Kucing
congkok (kucing batu) Prionailurus bengalensis atau Leopard cat bisa
dianggap sebagai satwa indikator kerusakan hutan karena seringnya satwa ini
dijumpai pada kawasan-kawasan hutan yang telah terbuka baik karena penebangan
liar maupun perambahan.
Termasuk dalam famili Felidae, kucing congkok dianggap
jenis kucing liar yang cukup umum, ini dikarenakan kucing congkok
memiliki wilayah persebaran yang luas mencakup hampir seluruh benua asia,
mulai dari pegunungan himalaya di India dan Nepal, Afganistan, Rusia Timur,
Semenanjung Korea, hingga ke Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan). Keberadaan
kucing congkok juga di jumpai di beberapa pulau kecil, Pulau Tsuhima dan Pulau Iriomateu adalah dua wilayah di Jepang dimana kucing congkok dijumpai, sekaligus merupakan satu-satunya jenis kucing liar yang hidup di negara yang terkenal dengan bunga sakura dan gunung fuji ini.
Sama seperti harimau, kucing
congkok juga dikenal sebagai penyuka air dan merupakan perenang yang baik. Warna
bulu kucing congkok memiliki dua variasi berdasarkan wilayahnya. Di daerah
tropis, kucing congkok bulunya berwarna kuning kecoklatan, sedangkan di bagian
utara seperti cina, rusia, atau korea, warna bulu kucing congkok adalah abu-abu
coklat. Ukuran tubuh jantan lebih besar dibanding betina dengan berat jantan
berkisar 3.3-4 kg dan berat betina 2.5-3 kg. Kucing congkok memangsa herbivor
kecil dan kelinci, juga burung, serangga, dan ikan.
Kucing congkok diketahui dapat
hidup hingga umur 15 tahun, namun mulai kehilangan giginya menginjak umur 8-10
tahun. Betina kucing congkok dapat melahirkan 1-4 anak kucing dengan masa
kehamilan 56-70 hari. Populasi kucing congkok di Jepang (Pulau Tsushima)
diperkirakan kurang dari 100 individu, berkurang dari 200-300 individu yang
diperkirakan ada di tahun 1960-1970s. Sedangkan homerangenya berdasarkan
penelitian di Thailand dan Borneo mencapai rata-rata luas 3.5-4.5 Km2.
Keberadaan kucing congkok di
Provinsi Riau terekam melalui camera trap (kamera jebak) yang dipasang untuk
memantau distribusi dan populasi harimau sumatra di Lanskap
Tessonilo-Bukittigapuluh. Mulai dari Desember 2004 hingga Februari 2012, ada
lebih dari 300 foto kucing congkok yang diperoleh dari semua kawasan yang
disurvei. Berbeda dengan trenggiling yang dikenal sangat nokturnal (aktif di malam
hari), kucing congkok terfoto di berbagai waktu mulai dari pagi hingga malam
pekat.
Kucing congkok dapat dibedakan
individunya berdasarkan pola titik dan garis yang ada pada bulunya. Kucing liar
ini termasuk satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990
tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistem dan dalam PP No. 7 Tahun 1999
berada pada daftar mamalia no urut 23. Status keterancamannya berdasarkan IUCN
Red List adalah Least Concern, sedangkan dalam CITES termasuk kedalam Appendix
II yang berarti kucing congkok daat diperdagangkan secara internasonal dengan
pembatasan kuota tertentu dan syarat tidak ada individu yang diambil dari alam.
Kucing
congkok (kucing batu) Prionailurus bengalensis atau Leopard cat bisa
dianggap sebagai satwa indikator kerusakan hutan karena seringnya satwa ini
dijumpai pada kawasan-kawasan hutan yang telah terbuka baik karena penebangan
liar maupun perambahan. Termasuk dalam famili Felidae, kucing congkok dianggap
jenis kucing liar yang cukup umum, ini dikarenakan kucing congkok
memiliki wilayah persebaran yang luas mencakup hampir seluruh benua asia,
mulai dari pegunungan himalaya di India dan Nepal, Afganistan, Rusia Timur,
Semenanjung Korea, hingga ke Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan). Keberadaan
kucing congkok juga di jumpai di beberapa pulau kecil, Pulau Tsuhima dan Pulau
Iriomateu adalah dua wilayah di Jepang dimana kucing congkok dijumpai,
sekaligus merupakan satu-satunya jenis kucing liar yang hidup di negara yang
terkenal dengan bunga sakura dan gunung fuji ini.
Sama seperti harimau, kucing
congkok juga dikenal sebagai penyuka air dan merupakan perenang yang baik. Warna
bulu kucing congkok memiliki dua variasi berdasarkan wilayahnya. Di daerah
tropis, kucing congkok bulunya berwarna kuning kecoklatan, sedangkan di bagian
utara seperti cina, rusia, atau korea, warna bulu kucing congkok adalah abu-abu
coklat. Ukuran tubuh jantan lebih besar dibanding betina dengan berat jantan
berkisar 3.3-4 kg dan berat betina 2.5-3 kg. Kucing congkok memangsa herbivor
kecil dan kelinci, juga burung, serangga, dan ikan.
Kucing congkok diketahui dapat
hidup hingga umur 15 tahun, namun mulai kehilangan giginya menginjak umur 8-10
tahun. Betina kucing congkok dapat melahirkan 1-4 anak kucing dengan masa
kehamilan 56-70 hari. Populasi kucing congkok di Jepang (Pulau Tsushima)
diperkirakan kurang dari 100 individu, berkurang dari 200-300 individu yang
diperkirakan ada di tahun 1960-1970s. Sedangkan homerangenya berdasarkan
penelitian di Thailand dan Borneo mencapai rata-rata luas 3.5-4.5 Km2.
Keberadaan kucing congkok di
Provinsi Riau terekam melalui camera trap (kamera jebak) yang dipasang untuk
memantau distribusi dan populasi harimau sumatra di Lanskap
Tessonilo-Bukittigapuluh. Mulai dari Desember 2004 hingga Februari 2012, ada
lebih dari 300 foto kucing congkok yang diperoleh dari semua kawasan yang
disurvei. Berbeda dengan trenggiling yang dikenal sangat nokturnal (aktif di malam
hari), kucing congkok terfoto di berbagai waktu mulai dari pagi hingga malam
pekat.
Kucing congkok dapat dibedakan
individunya berdasarkan pola titik dan garis yang ada pada bulunya. Kucing liar
ini termasuk satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990
tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistem dan dalam PP No. 7 Tahun 1999
berada pada daftar mamalia no urut 23. Status keterancamannya berdasarkan IUCN
Red List adalah Least Concern, sedangkan dalam CITES termasuk kedalam Appendix
II yang berarti kucing congkok daat diperdagangkan secara internasonal dengan
pembatasan kuota tertentu dan syarat tidak ada individu yang diambil dari alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar