Situs ini hanya bersifat fiktif belaka guna untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Sistem Informasi Manajemen FISIP UNTAN Kalimantan Barat tahun ajaran 2014 / 2015

Senin, 05 Januari 2015

PERJUMPAAN DENGAN ORCA DIULUWATU

Para turis yang sedang berselancar di Pantai Uluwatu, Bali, pada tanggal 7 dan 9 September lalu dikejutkan oleh sebuah kejadian sangat langka. Seekor Orca (Orcinus orca)atau paus pembunuh tiba-tiba muncul di dekat mereka. Mamalia laut yang dari bentuk sirip punggungnya diduga berjenis kelamin jantan itu terlihat hanya seekor, padahal umumnya Orca berenang berkelompok. Orca memang terkenal dengan hubungan antar anggota kelompoknya yang sangat dekat. Anggota di dalam satu kelompok bisa mencapai 55 ekor. Perilaku berenang sendirian lebih sering terlihat pada Orca jantan, terutama yang sehat dan berumur remaja di perairan dangkal dan area-area yang jarang dikunjungi kawanan Orca.



Dalam kasus yang terjadi di Pantai Uluwatu, diduga Orca tersebut adalah bagian dari kelompok yang beranggotakan setidaknya 3 ekor. Ada dugaan mamalia laut itu hanya sedang mengeksplorasi area yang cenderung baru. Penting untuk diingat bahwa Orca cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar. Selain itu, area tersebut juga mungkin adalah habitat bagi ikan-ikan dan makanan favoritnya yang lain.
Dihubungi secara pribadi, Joshua Peters, ahli pengamatan paus dari Alaska mengatakan, Orca di Uluwatu mungkin bukan soliter, tapi hanya menyendiri untuk sementara karena perilaku tersebut umum terlihat pada orca jantan. Mamalia laut yang sering terlihat soliter adalah lumba-lumba hidung botol. Sampai saat ini pun alasannya masih belum diketahui, tapi banyak yang berspekulasi bahwa itu adalah pilihan hidupnya.
“Orca di Uluwatu tidak terlihat sakit. Dari foto, tubuhnya terlihat sehat. Orca yang sakit umumnya tidak pernah berenang sendirian”, tambah Joshua. Dalam waktu cepat Orca yang sakit juga tidak akan lagi dijumpai karena cenderung berenang kearah laut lepas. Jika mati, orca akan menghilang dengan perjumpaan terakhir berada dekat dengan anggota kelompoknya.
Untuk manusia, tidak disarankan untuk berada di dekat Orca tersebut. Penting untuk diingat bahwa paus dan mamalia laut lainnya adalah hewan liar berukuran lebih besar dari manusia. Panjang tubuh jantan dewasa dapat mencapai 10 meter dan berat mencapai 5 ton. Gerakan sederhana seperti kibasan ekornya, dapat berbahaya jika mengenai manusia. Kesadaran terhadap potensi bahaya jika berada dekat dengan Orca dan mamalia laut lainnya di alam harus dimiliki oleh siapa saja, terutama yang sering beraktivitas di laut atau pantai.
Tidak hanya manusia yang dapat terancam oleh keberadaan Orca di dekatnya. Mamalia laut itu juga mungkin merasa terganggu oleh keberadaan manusia, terutama dalam jumlah banyak. Hewan-hewan tersebut mungkin akan melihat manusia sebagai ancaman. Gangguan lain bisa datang dari kapal motor dan jetski yang dioperasikan di sekitarnya. Waspadalah jika terjadi perubahan perilaku pada Orca tersebut, misalnya berenang cepat secara tiba-tiba atau menunjukkan perilaku yang relative agresif, seperti menampar permukaan air berkali-kali dengan ekornya, dan mengeluarkan nafas dengan keras (trumpet blows). Perilaku-perilaku tersebut adalah tanda bahwa Orca sedang merasa terganggu. Gangguan secara terus-menerus dapat berujung pada kematian dan efek negative jangka panjang bagi mamalia laut terkait.
Indonesia memiliki lebih dari 35 spesies paus dan lumba-lumba (Cetacean) dan satu spesies dugong (Sirenian). Hampir seluruh wilayah laut Indonesia yang jadi bagian dari kawasan Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) merupakan habitat penting atau jalur migrasi mamalia-mamalia laut tersebut, sehingga tidak kecil kemungkinan perjumpaannya dengan manusia. Selain di Uluwatu, Orca pernah dijumpai di perairan Taman Nasional Komodo dan sekitarnya; di perairan Raja Ampat dan sekitarnya di perairan sekitar ujung dari bagian utara Pulau Sumatera, di Laut Banda, di perairan sekitar Pulau Ambon, dan Samudera Hindia.
Di berbagai negara, banyak kasus kecelakaan yang melibatkan manusia dan mamalia laut (paus dan lumba-lumba) yang berada dalam jarak dekat satu sama lain. Jika tidak sengaja bertemu dengan mamalia laut saat sedang berselancar atau berenang, cobalah untuk member jarak minimal 30 meter dari lumba-lumba dan minimal 50 meter dari paus yang ditemui untuk menghindari bahaya atau mamalia laut merasa terganggu oleh manusia. Hindari juga menyentuh bagian tubuh mamalia laut dan member makan mereka secara langsung. Jika mamalia laut mulai menunjukkan perubahan perilaku, menjauhlah secepatnya atau keluarlah dari perairan tersebut.
Pengetahuan manusia atas perilaku dan kehidupan satwa liar di perairan laut masih sangat minim. Partisipasi dan kepedulian wisatawan dan para penggiat olahraga air, seperti penyelam, peselancar, pelayar untuk turut mendokumentasikan kemunculan dan perilaku satwa-satwa liar melalui media sosial akan sangat membantu para ilmuwan untuk memetakan dan mengkaji perilaku satwa ini. Hasilnya akan menjadi tambahan pengetahuan bagaimana harus berinteraksi dengan satwa liar ini secara aman dan tidak saling mengganggu atau merugikan. Peran wisatawan dan para penggiat olah raga air sebagai pemantau kehidupan liar di perairan, tentunya dengan tetap menjaga jarak aman dengan satwa tersebut, telah menjadi bagian dari upaya pelestarian perairan dunia. WWF-Indonesia sangat mengapresiasi peran dan partisipasi mereka.


Referensi

Baird, R. W. 1999. The Killer Whale. In: J. Mann, R. C. Connor, P. L. Tyack dan H. Whitehead (eds).Cetacean Societies – Field Studies of Dolphins and Whales. The University of Chicago Press
Ender, A. I., Muhajir, Mangubhai, S., Wilson, J. R., Purwanto, dan A. Muljadi. 2014. Cetaceans in the global centre of marine biodiversity. Marine Biodiversity Records 7(18)
Ford, J. K. B dan G. M. Ellis. 2011. Transients: Mammal-Hunting Killer Whales of B.C., Washington State, and Southeast Alaska. UBC Press. 96 pp
Jefferson, T. A., M. A. Webber, dan R. L. Pitman. 2008. Marine Mammals of the World: A Comprehensive Guide to Their Identification.Academic Press/Elsevier. 573 pp
Kahn, B. 2001. A Rapid Ecological Assessment of Cetacean Diversity, Abundance & Distribution. Monitoring Report, April 2001. Komodo National Park Cetacean Surveys. The Nature Conservancy-APEX Environmental. Indonesia Coastal & Marine Program. 36 pp

Leatherwood, S. dan J. Clarke. 1983. Cetaceans in the Strait of Malacca, Andaman Sea, and
Bay of Bengal, Apri 1982, with a preliminary review of marine mammal records from those regions. Unpublished report NARA/SMMIO: 1-27. 1app
Leatherwood, S., McDonald D., Prematunga, W.P., Girton, P., Ilangakoon, A., dan D. McBrearty. 1991. Records of the "blackfish" (killer, false killer, pilot, pygmy killer and melon-headed whales) in the Indian Ocean, 1772-1986. In: S. Leatherwood dan G.P.
Donovan (eds). Cetaceans and cetacean research in the Indian Ocean sanctuary: 33-65. Marine Mammal Technical Report Number 3. United Nations Environment Programme, Nairobi.
Rudolph, P., Smeenk, C., dan S. Leatherwood. 1997. Preliminary checklist of Cetacea in the Indonesian Archipelago and adjacent waters. Zool. Verh. Leiden 312
Samuels, A., Bejder, L., dan S. Heinrich. 2000. A Review of the Literature Pertaining to Swimming with Wild Dolphins. Marine Mammal Commission. 57 pp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar